Rabu, 04 April 2012

Kala Rahu Penyebab Gerhana

Pada suatu waktu, alam semesta dilanda kekeringan. Tanah kering krontang dan gersang, tumbuhan yang mulanya sangat subur dan daunnya menghijau namun kini hanya tinggal dahan dan ranting yang lapuk, daunnya berguguran jatuh ke tanah. [gambar resi durna] Dengan keadaan yang demikian menyebabkan makhluk hidup kekurangan makan dan banyak yang mati, Penyakit mewabah di mana-mana, Hal ini terjadi karena peperangan yang berkepanjangan antara para Dewa dan para Daitya. Manakala para Dewa terdesak maka Dewa Wiûóu mohon bantuan kepada Dewa Brahmà, Namun belum juga dapat menyelesaikan peperangan.

LIhat juga:kamus jawa sederhana 

     Melihat hal yang demikian akhirnya Hyang Guru turun tangan, menyarankan agar secepatnya diadakan perundingan. Dalam perundingan yang diadakan di kahyangan akhirnya diputuskan hanya Tìrtha Amåta satu-satunya yang dapat meredakan perselisihan ini. Tìrtha Amåta itu hanya ada di tengah-tengah samudra, untuk mendapatkannya harus mengaduk samudra itu, untuk mengaduk samudra itu para Dewa dan Daitya menggunakan gunung Mandara sebagai tonggaknya sedangkan yang dipakai mengikatnya adalah naga Basuki. Untuk melaksanakan pekerjaan itu para Dewa memegang ekornya sedangkan para Daitya memegang kepalanya. Dengan bersemangat para Dewa dan Daitya memutar gunung Mandara sehingga air meluap hampir saja gunung Mandara tenggelam. Melihat kejadian itu maka Dewa Wiûóu segera merubah dirinya menjadi kura-kura besar dan turun menjadi penyangga gunung Mandara. Akibat perputaran itu keluarlah asap biru yang mengandung racun sehingga di kedua belah pihak banyak yang mati, melihat hal itu Dewa Úiwa akhirnya mengisap asap beracun itu dan Dewa maupun Daitya yang meninggal menjadi hidup kembali. Akibat racun yang dihisap dewa Úiwa maka leher beliau menjadi biru. Itulah sebabnya beliau disebut dengan “Nìlakaóþha” (leher biru).
     Setelah kembali normal, para Dewa dan Daitya melanjutkan pekerjaannya. Kemudian secara perlahan Dhanwantari muncul membawa cupu yang berisi Tìrtha Amåta. Tìrtha itu dibagi dua setengah diberikan kepada para Dewa, setengahnya lagi diberikan pada Para Daitya.
     Di sorga loka para dewa bersidang, mereka gelisah karena tahu khasiat amåta itu jikalau sampai jatuh ke tangan para Daitya. Sehingga tugas para dewa menjadi tambah berat. Akhirnya diputuskan untuk mengambil Tìrtha Amåta. Tugas ini dilaksanakan oleh Dewa Wiûóu.
      Pada saat Raja Jamba akan membagikan Tìrtha Amåta itu kepada para Daitya, Datanglah seorang dewi yang sangat cantik, karena Raja Jamba terpesona akan kecantikan dewi itu maka Dewi itu dimohon bantuannya untuk membagikan Tìrtha Amåta tersebut kepada para Daitya, dewi itu menerima cupu yang berisi Tìrtha Amåta, setelah Tìrtha itu berada di tangannya kemudian dewi itu menghilang. Para Daitya sangat terkejut melihat kejadian itu, dia baru sadar bahwa semuanya itu adalah tipu muslihat para dewa. Kejadian itu dilihat oleh Ràhu, salah satu Daitya kemudian mengejarnya. Sampai di Sorgaloka ia melihat para dewa membagikan Tìrtha Amåta, akhirnya Ràhu merubah dirinya menjadi salah satu dewa. Dan ikut dalam pembagian Tìrtha Amåta itu, saat minum Tìrtha tersebut dilihat oleh Dewa Wiûóu dan dengan cepat Dewa Wiûóu menyambar tubuh Ràhu sampai tiba di awan Ràhu merubah wujudnya menjadi wujud semula. Dewa Wiûóu secepat kilat menebas lehernya, badannya hancur, namun kepalanya tetap, itu bisa terjadi karena ia sudah minum Tìrtha Amåta, namun belum sampai masuk ke dalam tubuhnya, darah yang bercampur Tìrtha Amåta yang jatuh di daun alang-alang kemudian dijilat oleh segerombolan ular, itulah sebabnya lidah ular terbelah karena kena daun alang-alang. Kepala Ràhu yang tidak hancur melayang-layang di angkasa mencari Dewa Bulan dan Dewa Matahari. Karena menurut dia rencana dan keinginan Ràhu mendapat Tìrtha Amåta menjadi Gagal, dengan melebarkan mulutnya menelan bulan, karena tak punya tubuh akhirnya bulan keluar lagi, demikian pula halnya dengan matahari, kejadian itu sering disebut Gerhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar